Perkenalan saya dengan Otista


 Seandainya ada yg bertanya kepada saya 10 thn lalu, Oto Iskandar di Nata itu mendapat gelar pahlawan nasional atas jasa apa? Apa yang telah iya lakukan bagi negeri ini.  Maka jawaban saya akan klasik seperti yang ada dalam buku sejarah waktu di Sekolah Rakyat yaitu , pernah duduk sebagai anggota Volksraad selama 2 periode, kemudian  duduk sebagai anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, beliau yg pertama kali mengusulkan Soekarno Hatta sebagai Presiden dan wakil. Setelah itu diangkat sebagai Menteri Negara Urusan Keamanan kabinet pertama RI. Tiga  bulan kemudian  diculik dan dibunuh bukan oleh Belanda, bukan juga oleh Jepang melainkan oleh bangsa sendiri. Itulah yang saya ketahui. Tingkat pengetahuan saya  mengenai sosok Otista sama dengan  teman sebangku saya di SR, SMP SMA, tidak lebih tidak kurang. Kenapa sedangkal itu? Sebagai cucu Oto Iskandar di Nata dari putra yg paling tua seharusnya dapat mengembangkan lebih luas lagi jasa kepahlawanan beliau, sejak duduk sebagai anggota Volksraad, Memimpin Organisasi Paguyuban Pasundan sampai periode  kemerdekaan .

Dan yang lebih penting lagi adalah mencari jawaban atas misteri yang sampai hari ini belum juga terkuak yaitu “apa yang sesungguhnya terjadi pada periode Oktober 1945 sampai dengan Desember 1945 terhadap Otista”

Masih segar dalam ingatan saya, didorong oleh rasa ingin tahu yg  lebih dalam mengenai sosok Aki Oto saya sering bertanya kpd ayah saya dan setiap kali saya bertanya selalu mendapat hening sebagai Jawaban. Sejak saya kecil sampai menginjak dewasa dan punya keluarga,  saya selalu  berupaya untuk mencari celah agar dapat berdiskusi mengenai subyek Aki Oto , dengan harapan bahwa yg dihadapi nya bukan lagi anak kecil, mau untuk berbagi cerita.Kali ini tanggapan beliau tidak lagi hening melainkan kalimat. “one day I will tell you “ disertai oleh perubahan raut muka yg memancarkan kesedihan atau kemarahan atau diantara itu

Begitu juga kalau bertanya kepada para paman, semua berupaya untuk menghidar dari subjek pembicaraan soal Aki Oto.

Padahal masih berbekas rasa bangga sebagai anak kecil setiap melintas jalan Oto Iskandar di Nata di Bogor maupun di Bandung. Kemudian rasa bangga yang lebih wow ketika menghadiri peresmian perubahan nama jalan Bidara Cina menjadi jalan Oto Iskandar di Nata oleh Gubernur Bang Ali di awal tahun 70 an.

Seiring dengan berjalannya waktu, saya pun hanyut dalam hiruk pikuk kehidupan berkeluarga, dan pekerjaan yg menuntut waktu. Hasrat untuk menggali dan mengetahui lebih dalam mengenai aki Oto setidak nya lebih dari yg tertulis dalam buku pelajaran SR menjadi sirna.

Di awal thn 80 an, ketika kami 4 kakak beradik sudah berkeluarga dan mempunyai pekerjaan masing2, ayah saya mengutarakan niatnya untuk mendirikan Yayasan Oto Iskandar di Nata yang bergerak dalam bidang sosial, itulah kali pertama secara terbuka membahas soal aki Oto. Tapi dalam konteks yg berbeda, sinyal yg saya tangkap walaupun tidak secara explicit adalah kurang lebih ” let by gones be by gones“. Kita pun menyambut baik ide pendirian yayasan dengan proyek pertama adalah mendirikan Wisma Karya Bhakti bagi anak yatim. Kebetulan keluarga memiliki tanah didaerah Sawangan yg sudah dibeli bbrp tahun sebelumnya , tanah tsb kemudian dihibahkan kepada yayasan dan dalam tempo satu tahun Wisma Karya Bhakti berdiri dengan 22 anak yatim dalam asuhanya.

 

Satu2 nya orang yg ceria jika diajak diskusi soal Aki adalah Embah Soekirah istri Aki Oto.  Saya mendapat kehormatan besar pada waktu bertugas di Citibank Jeddah dapat menunaikan ibadah haji bersama embah Soekirah,  mbah Sen, ayah dan ibu serta adik perempuan saya yg paling kecil. Kesempatan itu tidak di sia2kan oleh istri sy Rita seorang yang sangat mengagumi Embah tapi jarang ketemu karena faktor domisili, paling ketemu saat lebaran saja atau perayaan perkawinan saudara.

Karena ada waktu 2 minggu yg senggang sebelum wukuf di Arafah, suasana rumah yg biasanya sepi menjadi ramai, anak2 masih kecil lebih banyak menghabiskan waktu sama ayah ibu serta adik saya sesama video freaks, melahap video koleksi library Citibank. Sedangkan kami berempat ngobrol di kamar tamu bawah. Saya niatnya mau banyak tanya soal aki Oto, tapi kejadiannya  malah terbalik menjadi sesi nasihat, petuah dari embah kepada istri  on how to be a good wife ( thank you Embah). Obrolan dengan Embah memang mengasyikan karena sincere dan tidak terlihat upaya untuk menyembunyikan sesuatu semua diceritakan and I mean semua, diluar pekerjaan Aki dan kiprah politik nya. Walaupun informasi yg saya peroleh tidak seperti yg diharapkan, tapi saya mendapat gambaran penuh tentang sosok Embah, an amazing woman who took on the world by herself and raised 11 children. Menjadi istri seorang Oto Iskandar di Nata,  di era yg penuh dengan ketidak pastian, masih dijajah oleh bangsa lain, jaman yg penuh dengan intrik, syak wasangka dan fitnah bukanlah suatu peran yg mudah dilakoni, peran yg memerlukan kepribadian yg kuat berhati baja dan rasa cinta tanpa syarat. Keterbatasan informasi mengenai kiprah politik Aki diluar pagar rumah sangat di mengerti karena sejak kelahiran ayah saya sbg anak pertama di bln Januari thn 1924, tugas pokok, tanpa job description, yg muncul dari naluri keibuan adalah bagaimana agar sebelas anak ini mendapat pendidikan dan menjadi orang semua. Without a doubt she deserves bintang  Mahaputra untuk itu. Bagi saya sosok Embah layak untuk menjadi panutan bagi semua wanita Indonesia, barangkali ini yg namanya unconditional love. Terucap dari mulutnya dalam tutur kata yg lembut kepada Rita dan saya bahwa setiap hari sejak kepergian Aki dari rumah di bulan Oktober 1945, embah masih mengharapkan tiba2 muncul mukanya Aki seperti yg biasa iya lakukan. She never gave up on aki coming home one day sampai tahun 1973, ketika pemerintah menganugerahkan bintang mahaputra. Saat itu beliau baru yakin memang aki sudah tidak ada. Obrolan kami di Jeddah itu terjadi pada thn 1976, artinya saat itu baru 3 thn berlalu Embah yakin bahwa aki sudah tidak ada, walaupun telah melalui berbagai acara seremonial seperti peresmian monumen pasir pahlawan, persidangan ecek2 “pembunuh ” aki, pembelian gelar pahlawan nasional dan banyak lagi. Embah dengan enteng menjawab keyakinan itu ada disini sambil menunjuk ke dadanya.

Barangkali keyakinan itu adalah defense mechanism yg membuatnya tegar selama ini.

Perjalanan waktu terasa begitu cepat sementara itu dikalangan para cucu Otista ( para sepupu saya) tidak ada yg tertarik untuk menggali lebih dalam mengenai apa yg sesungguhnya terjadi, atau mencari jawaban dari banyak pertanyaan  

Sayapun mengikuti arus untuk menerima saja sesuai dengan apa yg diajarkan dalam buku sejarah. Meskipun demikian masih sering juga terlibat dalam diskusi atara otak kiri dengan otak kanan, misalnya Jawaban hening dari ayah saya itu bisa karena 3 hal pertama It was a very sad and painful experience, kedua Aki Oto did some very bad things dan ketiga memang benar2 gak tau. Saya cenderung mengikuti alasan yg pertama.

 

Sikap yg ignorant perkara aki ini berubah total ketika membaca bukunya Iip Yahya “Otista the untold story” pada tahun 2008, dilanjutkan dengan perkenalan ketika Iip dibawa oleh paman saya Rachmadi untuk bertemu  muka . Disini saya baru sadari bertemu muka dengan seorang anak muda, tidak ada hubungan keluarga akan tetapi lebih tau secara terperinci mengenai kakek saya daripada saya cucunya.  Dan ketika saya tanyakan Iip motivasinya apa sampai menggali begitu dalam, hanyut diantara ribuan lembar dokumen yg ada di arsip nasional, melakukan interview dsb, dia menjawab. Saya ini orang Sunda dari Tasik ekonomi pas2an dan generasi saya kehilangan tokoh panutan dan menurut saya pak Oto itu belum tertandingi oleh siapapun orang Indonesia yg masih hidup sekalipun.

Jawaban tsb merupakan wake up call bagi saya, dan setelah membaca ratusan lembar tulisan dan mengarungi internet, saya sadari ” I should have done this 30 yrs ago” dng segala network dan resources yg saya miliki, kenapa baru sekarang at the eleventh hour  dengan segala keterbatasan saya dapat lebih  mengenal dan akrab dengan karakter nya Aki Oto. Hubungan dengan Iip pun berlanjut melalui email dalam rangka melanjutkan , mencari jawaban atas misteri yang sampai hari ini belum terjawab. Truth is the only merit that gives dignity and worth to history demikian menurut John Acton seorang sejarawan Inggris.

Keterlibatan  Otista dalam pendirian PETA, BKR yg kemudian menjadi cikal bakal berdirinya TNI, turut membuat koreksi atas naskah Proklamasi  dan memperkenalkan pekik “merdeka” adalah sebagian  fakta sejarah yang tidak pernah dimunculkan dalam penerbitan maupun journal mainstream .

 

Dalam periode dari 1930 sampai beliau diculik, langkah politik, sikap dan bagaimana memposisikan diri memang juara. Seorang visioner yg piawai dalam memanfaatkan organisasi, yg dibentuk oleh penjajah sekalipun , yg penting suaranya bisa bunyi, gaungnya sampai ke arus bawah. Satu hal yg menonjol dan konsisten adalah soal keperdulian terhadap rakyat jelata, dan keinginan yg kuat untuk memerdekakan bangsa, sejak duduk sbg anggota Volskrad di thn 1931. Putri paling bontot yg lahir di thn 1945 diberi nama Merdekawati adalah cerminan dari besarnya niat memerdekakan bangsa. Sekarang saya baru paham  kenapa lawan politik dan kelompok yg bersebrangan sampai harus mengambil tindakan brutal menculik dan membunuh beliau, ini bukan soal penghianatan, atau segala tuduhan miring thd beliau akan tetapi mereka takut!

He would have been a great leader.

Sekarang sy flashback dan terbayang raut muka ayah  setiap saya bertanya, dan baginya it was a very painful and bitter experience, apalagi kemudian harus hidup sebagai tentara dibawah bayang2 controversial Aki. Apa yg dikatakan oleh Iip Yahya  itu betul, Soekarno itu konseptor dengan pemikiran yg kampiun, tapi Aki is the man who make things happen, and doesn’t need the credit point. The two of them together?? Yang satu pasti pasang kuda2 terus.

Sekarang di era Informasi Teknologi yg semakin canggih kita harapkan tabir yg sampai hari ini masih sebuah misteri dapat terkuak dan menjadi fakta sejarah bangsa Indonesia, bukan teori konspirasi seperti halnya pembunuhan terhadap JFK.

Semoga..

 

 

Bung Karno dimakan oleh revolusi yang dibayangkannya. Sebuah tragedy besar tak terelakkan. Tragedi Bung Karno adalah juga tragedi kita, sebagai sebuah bangsa. Dan tragedi Oto adalah gambaran dari pengabdian seorang patriot pada saat kekalutan revolusi telah mulai mencekam kesadaran. Karena itu kita menekurkan kepala sambil merenung betapa mahalnya harga yang harus dibayar dalam perjalanan sejarah bangsa.

 

                                                   Prof.Dr. Taufik Abdullah

 

Leave a comment