CARRY TRADE- Bom waktu yang akhirnya meledak


CARRY TRADE, BOM WAKTU YANG AKHIRNYA MELEDAK
Perbankan Nasional Makin terancam
Derivatif Carry Trade, bukan istilah baru dalam dunia perbankan. Namun kini terasakan akibatnya sebagai “tsunami keuangan” yang meluluh lantakkan persendian ekonomi kita. Bisakah kita mengantisipasinya?

Oleh :DID
Krisis keuangan yang terjadi di Amerika pada akhir September 2008 ditandai dengan jatuhnya Bear & Stern, Lehman Bros, Merryl Lynch dan AIG , disusul oleh jatuhnya Dow Jones ke tingkat dibawah 10000, terendah sejak tahun 2004 . Dalam sekejap dampak dari krisis ini berimbas kepada hampir semua pasar modal di dunia termasuk pasar modal Indonesia. Aksi jual terhadap saham saham unggulan di bursa effek Indonesia dipicu oleh aksi jual oleh investor asing, IHSG per November 2008 jatuh ke level 1241 atau menurun sebesar 53,82% dibandingkan satu tahun sebelumnya.
Krisis keuangan di Amerika yang kini mendunia menjadi global financial crisis, telah memantik kepanikan pada sektor perbankan internasional yang ditandai oleh pergerakan kurs dan suku bunga secara erratic diantaranya kurs yen yang menguat 40% terhadap US$ dari kurs 120 yen/US$ menjadi 89 yen/US$, demikian juga dengan kurs mata uang berbunga tinggi lainnya seperti Australian dollar dengan cepat terdepresiasi nilainya sebesar 38% terhadap mata uang yen. Ironisnya, gerakan menguatnya yen secara drastis dan melemahnya US$,AUD,NZD serta mata uang berbunga tinggi lainnya tidak terkait dengan fundamental ekonomi dari negara tersebut melainkan lebih banyak disebabkan oleh aksi unwinding instrumen derivative carry trade secara besar-besaran. Melikuidasi instrumen structured derivative semacam ini dalam volume besar dan searah dalam kondisi pasar yang tidak normal pada akhirnya menciptakan demand /supply baru, menguatnya yen terhadap US$ adalah akibat dari banyaknya demand pembelian yen untuk membayar kembali pinjaman dalam yen sebagai bagian dari proses unwinding sebaliknya menjual asset dalam US$,AUD,NZD akan menekan kurs mata uang tersebut kebawah. Aksi melikuidasi posisi derivative carry trade sejatinya dimaksud untuk membatasi jumlah kerugian (cut loss ) nyatanya telah menjadi booster terhadap laju kecepatan pergerakan kurs mata uang yang terlibat sehingga menjadi total loss.
Carry Trade adalah instrumen derivative yang dikenal dalam dunia perdagangan forex dimana investor menjual atau meminjam dalam mata uang ber suku bunga rendah untuk kemudian diinvestasikan kedalam asset mata uang yang berbunga lebih besar. Contoh sederhananya meminjam dalam mata uang yen dengan bunga 1% untuk kemudian hasil pinjaman tersebut di depositokan dalam mata uang australian dollar dengan pendapatan bunga 12%, atau diinvest kedalam intrumen obligasi recap mata uang rupiah dengan coupon rate 12% . Interest differential atau perbedaan suku bunga 11% merupakan pendapatan yang sangat menggiurkan dibandingkan dengan investasi dalam aset lainnya. Investor menilai bahwa risiko akibat pergerakan kurs antara 2 mata uang dapat tercover oleh pendapatan dari interest differential tersebut.
Dalam kurun waktu 3 tahun kebelakang ini instrumen derivative carry trade yen merupakan primadona para investor oleh sebab pemerintah Jepang tetap mempertahankan sukubunga dibawah 1% agar supaya produk ekpor jepang tetap kompetitif dan membiarkan kurs yen undervalued terhadap mata uang US$ dan Euro. Tidak ada data yang akurat mengenai besarnya volume carry trade yen. Bank for International Settlement (BIS) memperkirakan pada awal tahun 2007 volume carry trade yen telah mencapai jumlah US$ 40-50 triliun. Sulitnya mendapat angka yang akurat disebabkan sebagian besar transaksi dilakukan off balance sheet, dikemas dalam bentuk interest rate/currency swap maupun bentuk structured derivative lainnya.
Dalam transaksi carry trade yen, investor mengandalkan kepada kekuatan US$ terhadap yen dengan demikian akan merugi jika kurs yen menguat terhadap mata uang US$. Kondisi merugi juga dapat terjadi jika suku bunga yen naik dan penurunan suku bunga dari asset yang diinvestasikan. Selama jumlah kerugian tersebut dapat ter cover oleh pendapatan dari interest differential maka secara netto belum terjadi kerugian bagi investor.
INVESTOR INDONESIA
Instrumen derivative carry trade yen banyak ditawarkan sebagai produk oleh bank-bank asing yang beroperasi di Indonesia kepada korporasi maupun high networth individual sebagai alternatif investasi dengan yield pendapatan yang lebih besar ketimbang deposito dalam rupiah dengan yield 7% gross maupun deposito US$ dengan yield 3-4%. Oleh karena pergerakan kurs US$/yen cukup stabil selama kurun waktu 3 tahun kebelakang, maka tidak heran jika produk ini banyak digandrungi oleh investor Indonesia yang mempunyai deposito di Jakarta maupun yang selama ini menyimpan dananya sebagai deposito di Singapore melalui aktifitas private banking. Mengingat rendahnya suku bunga deposito dalam US$ dan rupiah disertai kepiawaian para marketing officers bank asing dalam menawarkan produk banknya, dapat di asumsikan bahwa volumenya cukup besar. Konon menurut informasi yang beredar di pasar ada satu bank asing yang beroperasi di Indonesia masih mempunyai tagihan kepada para nasabahnya sebesar US$700juta, ini setelah bank mencairkan jaminan margin deposito para nasabah tersebut. Atau dalam kata lain setelah para nasabah membayar kerugian akibat posisi carry trade yg dimilikinya melalui pencairan deposito yang dijadikan collateral, masih tersisa sejumlah US$700 juta kerugian yang tidak tercover oleh collateral. Sudah hampir pasti bahwa para nasabah tidak akan mau menombok sejumlah uang tambahan diatas collateral deposito yang sudah ludes. Alternatifnya bank yang harus menanggung sebagai kerugian operasionil. Melihat angka tersebut patut diduga bahwa volume carry trade yen yang terjadi selama ini dalam jumlah yang sangat besar. Bagaimana hal ini bisa luput dari pengawasan Bank Indonesia? Derivative ini tidak mempunyai underlying transaction , hanya memanfaatkan interest differential dikemas sebagai structured product ,dengan demikian jelas melanggar ketentuan yang ada. Akan kelihatan janggal jika ada seorang nasabah ibu rumah tangga kebetulan mempunyai deposito dalam USD pada bank di Jakarta meminjam dalam mata uang yen, kemudian memiliki asset obligasi dlm AUD. Oleh sebab itu sebagai cover up ,secara administrasi bank mengatur pembukaan perusahaan offshore yg bertindak sebagai proxy dari nasabah. Seluruh transaksi dilakukan atas nama perusahaan offshore, deposito atas nama nasabah dijadikan collateral menjamin transaksi atas nama perusahaan offshore tersebut.
Sejak medio 2007 sampai sekarang tidak diketahui sudah berapa besar kerugian yang diderita secara global oleh nasabah bank, institutional investor, hedge funds dan bank itu sendiri akibat dari instrumen derivative ini, jika berpegang kepada angka volume menurut BIS yang mengindikasikan bahwa secara global volume carry trade yen telah mencapai US$ 40 – 50 triliun, maka dengan assumsi mata uang yen menguat secara rata2 terhadap US$ dan mata uang lainnya sebesar 40%,maka sejumlah kurang lebih US$ 15-20 triliun telah menguap akibat instrumen derivative ini.
Bank Indonesia perlu segera mengadakan pemeriksaan seberapa besar volume carry trade derivatives baik yang sudah di unwind maupun yang masih outstanding yang dipegang oleh bank-bank di Indonesia baik atas nama bank itu sendiri maupun atas nama nasabah. Kerugian akibat intrumen carry trade tidak akan menyisakan apa-apa, seperti badai tsunami lajunya pergerakan kurs dalam kondisi pasar terbatas ( thin market) mengakibatkan jumlah kerugian akan melebihi jumlah deposito margin collateral. Akan sulit bagi bank untuk menagih sisa kerugian kepada nasabah yang telah kehilangan seluruh depositonya , sehingga bank terpaksa menanggung kerugian tersebut sebagai uncovered total loss.Berbeda dengan kerugian bank akibat NPL (non performing loan) setidaknya masih meninggalkan jaminan asset sebagai collateral serta perusahaan itu sendiri sebagai a going concern.
Dengan kata lain, gonjang-ganjing perekonomian di tanah air, khususnya sektor perbankan masih penuh dengan gelombang susulan dengan kekuatan yang sama besarnya—untuk tidak mengatakan lebih besar. Diperlukan kebijakan, juga kecerdasan dan keberanian para ekonom dan banker, atau bahkan seluruh ahli dalam bidang ekonomi. Negeri ini terlalu riskan kalau hanya diserahkan kepada satu atau dua orang yang kebetulan memegang kekuasaan.

Leave a comment